Di atas kain berjajar puluhan tatah, berbeda besar kecilnya, bahkan berbeda-beda bentuknya! Dalam suatu waktu, dalam sebuah perlu, satu di antara besi tajam itu digenggam, dihujamkan dengan kedisiplinan dan ketelitian pada sebuah kulit ternak yang tergelar. Cuilan-cuilan kulit beterbangan, lalu jatuh lembut di atas meja setiap bilah tatah terpilihnya dilesatkan pada kulit di hadapannya dengan pukulan-pukulan terukur palu kayu. Subarno (54), itulah nama laki-laki bertangan matang itu. Dengan dingin tangannya yang terkemas dalam wajah hangat, di hari Kamis (2/7) yang jauh dari hujan dan gerimis, Subarno menyulap kulit binatang menjadi alat penyebar segala ajaran dan filosofi Jawa. Wayang.
Tak pernah sepi (museum) TeMBI Rumah Budaya dari nafas-nafas Jawa. Hampir setiap harinya, selain ratusan koleksi fisik kebudayaan masyarakat Jawa yang dapat dilihat fisiknya, di rumah ini dapat kita saksikan pula tradisi budaya Jawa. Kegiatan menatah wayang kulit yang Subarno lakukan inilah salah satunya. Sekali dalam satu minggu, setiap hari Kamis selalu, mulai matahari berdecak pinggang hingga sore sebelum petang, dapat anda saksikan Subarno sang penatah wayang menyulap kulit binatang di hadapannya menjadi sebuah maha karya asli budaya nusantara kita ditemani radio kecil miliknya. Ajaran-ajaran mengenai dunia dan seisinya yang terkandung dalam wayang juga dapat anda tanyakan langsung padanya.
Jadi tak perlu ragu lagi. Langkahkan kaki, ajak keluarga, teman, dan sahabat ke (museum) TeMBI Rumah Budaya untuk mengenal kebudayaan masyarakat Jawa. (Museum) TeMBI Rumah Budaya, museum for sustainable society.
(berita&foto: adiwena)
