Telp. (0274) 562628 Fax. (0274) 564945
English Bahasa Indonesia

LAPORAN WAJIB KUNJUNG MUSEUM DI KRATON YOGYAKARTA DAN MUSEUM SONOBUDOYO SDN KRANGGAN


event 10 Desember 2015

 

 

A. Kunjungan ke Kraton Yogyakarta

Museum Kraton Yogyakarta merupakan tujuan pertama kami pada kegiatan wajib kunjung museum. Pukul 10.00 kami tiba di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta untuk parkir bus terlebih dahulu. Kami berjalan menuju Kraton Yogyakarta melewati Alun-alun Utara. Alun-alun Utara adalah sebuah lapangan berumput di bagian utara Keraton Yogyakarta. Dahulu tanah lapang yang berbentuk persegi ini dikelilingi oleh dinding pagar yang cukup tinggi. Sekarang dinding ini tidak terlihat lagi kecuali di sisi timur bagian selatan. Saat ini alun-alun dipersempit dan hanya bagian tengahnya saja yang tampak. Di bagian pinggir sudah dibuat jalan beraspal yang dibuka untuk umum.

Gerbang utama untuk masuk ke dalam kompleks Keraton Yogyakarta dari arah utara adalah Gapura Gladhag dan Gapura Pangurakan yang terletak persis beberapa meter di sebelah selatannya. Kedua gerbang ini tampak seperti pertahanan yang berlapis. Pada zamannya konon Pangurakan merupakan tempat penyerahan suatu daftar jaga atau tempat pengusiran dari kota bagi mereka yang mendapat hukuman pengasingan/pembuangan.

Kami berfoto di depan Kraton Yogyakarta terlebih dahulu kemudian memasuki Kraton lewat Tepas Pariwisata. Setelah memasuki Kraton terlihat aktivitas beberapa abdi dalem yang bertugas di dalam keraton. Ada beberapa koleksi barang-barang peninggalan dari Keraton yang disimpan dalam kotak kaca di berbagai ruangan dalam Keraton seperti : keramik dan pecah belah, miniatur atau replika, foto, senjata dan beberapa jenis batik dan diorama dari proses pembuatannya.

Banyak benda peninggalan dalam keraton yang menyimpan cerita sejarah yang berguna untuk tujuan penelitian dan referensi yang berguna pengetahuan generasi penerus bangsa. Benda-benda tersebut seperti perpustakaan yang menyimpan naskah kuno, pusaka kerajaan dan museum foto yang menyimpan koleksi foto raja-raja di Yogyakarta, keluarga dan kerabatanya. Upacara tradisional pun secara rutin dilaksanakan untuk melestarikan kebudayaan leluhur seperti jamasan (memandikan pusaka dan kereta kerajaan) dan Grebeg Maulud.

Keraton Kasultanan Ngayogyakarta Hadiningrat yang lebih dikenal dengan nama Keraton Yogyakarta merupakan museum hidup bagi kebudayaan Jawa yang berada di Yogyakarta dan menjadi pusat perkembangan kebudayaan Jawa. Keraton Yogyakarta dibangun Pangeran Mangkubumi pada tahun 1755, beberapa bulan setelah penandatanganan Perjanjian Giyanti.

Lokasi keraton ini konon adalah bekas sebuah pesanggarahan yang bernama Garjitawati. Pesanggrahan ini digunakan untuk istirahat iring-iringan jenazah raja-raja Mataram (Kartasura dan Surakarta) yang akan dimakamkan di Imogiri. Versi lain menyebutkan lokasi keraton merupakan sebuah mata air, Umbul Pacethokan, yang ada di tengah hutan Beringan. Sebelum menempati Keraton Yogyakarta, Sultan Hamengku Buwono I berdiam di Pesanggrahan Ambar Ketawang yang sekarang termasuk wilayah Kecamatan Gamping Kabupaten Sleman. Keraton Yogyakarta didirikan dan menjadi garis imajiner yang merupakan garis lurus yang menghubungkan Gunung Merapi dan Pantai Parangtritis.

Keraton Yogyakarta memiliki berbagai warisan budaya baik yang berbentuk upacara maupun benda-benda kuno dan bersejarah. Hampir diseluruh bagian keraton digunakan sebagai tempat menyimpan benda-benda bernilai budaya dan termasuk replikanya. Selain benda-benda dan arsitektur,pengunjung juga dapat melihat pertunjukan seperti macapat,kerawitan,wayang kulit,serta wayang orang yang dipentaskan di bangsal Sri Manganti.

Pertunjukan yang diadakan setiap hari dengan jadwal sebagai berikut :
1. Senin – Selasa : Music Gamelan Dimulai jam 10.00 WIB
2. Rabu : Wayang Golek Menak Dimulai jam 10.00 WIB
3. Kamis : Pertunjukan Tari Dimulai jam 10.00 WIB
4. Jumat : Macapat Dimulai jam 09.00 WIB
5. Sabtu : Wayang Kulit Dimulai jam 09.30 WIB
6. Minggu : Wayang Orang & Pertunjukan Tari Dimulai jam 09.30 WIB

Kraton merupakan salah satu contoh arsitektur istana Jawa yang terbaik karena memiliki balairung-balairung mewah serta lapangan paviliun yang luas. Kepala arsitek istana ini adalah Sultan Hamengku Buwono I dan kemudian di bugar dan direstorasi oleh Sultan Hamengku Buwana VII. Keraton Yogyakarta juga merupakan suatu lembaga adat lengkap dengan pemangku adatnya. Oleh karenanya tidaklah mengherankan jika nilai-nilai filosofi begitu pula mitologi menyelubungi Keraton Yogyakarta. Dan untuk itulah pada tahun 1995 Komplek Keraton Ngayogyakarta Hadiningrat dicalonkan untuk menjadi salah satu Situs Warisan Dunia UNESCO.

Museum ini dibuka untuk umum setiap hari kecuali pada saat terdapat upacara. Museum buka mulai jam 08.30 hingga 14.00 wib, kecuali hari Jumat yang buka hingga pukul 13.00 wib.
Kompleks utama keraton terdiri dari halaman yang ditutupi pasir dari pantai selatan,bagunan utama serta pendamping dan ditanami pohon sawo kecik yang melambangkan kebaikan (sarwa becik). Komplek satu dengan yang lain dipisahkan dengan tembok yang cukup tinggi dan terhubung dengan Regol yang biasanya bergaya semar tinandu. Daun pintu terbuat dari kayu jati tebal. Disetiap gerbang terdapat dinding penyekat yang memiliki ornamen-ornamen khas.

Bangunan di tiap kompleks biasanya berbentuk/berkonstruksi Joglo atau derivasi/turunan konstruksinya. Joglo terbuka tanpa dinding disebut dengan Bangsal sedangkan joglo tertutup dinding dinamakan Gedhong (gedung). Selain itu ada bangunan yang berupa kanopi beratap bambu dan bertiang bambu yang disebut Tratag. Pada perkembangannya bangunan ini beratap seng dan bertiang besi.

Tiap-tiap bangunan memiliki kelas tergantung pada fungsinya termasuk kedekatannya dengan jabatan penggunanya. Kelas utama misalnya, bangunan yang dipergunakan oleh Sultan dalam kapasitas jabatannya, memiliki detail ornamen yang lebih rumit dan indah dibandingkan dengan kelas dibawahnya. Semakin rendah kelas bangunan maka ornamen semakin sederhana bahkan tidak memiliki ornamen sama sekali. Selain ornamen, kelas bangunan juga dapat dilihat dari bahan serta bentuk bagian atau keseluruhan dari bangunan itu sendiri.

Untuk batu alas tiang, Ompak, berwarna hitam dipadu dengan ornamen berwarna emas. Warna putih mendominasi dinding bangunan maupun dinding pemisah kompleks. Lantai biasanya terbuat dari batu pualam putih atau dari ubin bermotif. Lantai dibuat lebih tinggi dari halaman berpasir. Pada bangunan tertentu memiliki lantai utama yang lebih tinggi. Pada bangunan tertentu dilengkapi dengan batu persegi yang disebut Selo Gilang tempat menempatkan singgasana Sultan.

Bangunan utama adalah Bangsal Pagelaran yang dahulu dikenal dengan nama Tratag Rambat. Pada zamannya Pagelaran merupakan tempat para punggawa kesultanan menghadap Sultan pada upacara resmi. Sekarang sering digunakan untuk even-even pariwisata, religi, dan lain-lain disamping untuk upacara adat keraton. Sepasang Bangsal Pemandengan terletak di sisi jauh sebelah timur dan barat Pagelaran. Dahulu tempat ini digunakan oleh Sultan untuk menyaksikan latihan perang di Alun-alun Lor. Sepasang Bangsal Pasewakan/ Pengapit terletak tepat di sisi luar sayap timur dan barat Pagelaran. Dahulu digunakan para panglima Kesultanan menerima perintah dari Sultan atau menunggu giliran melapor kepada dia kemudian juga digunakan sebagai tempat jaga Bupati Anom Jaba. Sekarang digunakan untuk kepentingan pariwisata (semacam diorama yang menggambarkan prosesi adat, prajurit keraton dan lainnya). Bangsal Pengrawit yang terletak di dalam sayap timur bagian selatan Tratag Pagelaran dahulu digunakan oleh Sultan untuk melantik Pepatih Dalem.

Setelah 1 jam berada di dalam Kraton, selanjutnya pukul 11.00 kami berjalan menuju Museum Sono Budoyo yang berjarak sekitar 500 meter dari Kraton.

B. Kunjungan Ke Museum Sono Budoyo

Kami tiba di Museum Sono Budoyo pukul 11.15 wib. Setelah sampai di Museum, siswa-siswi SD Negeri Kranggan diarahkan pemandu untuk duduk di pendopo dan diberikan penjelasan tentang sejarah berdirinya museum, ruangan yang ada di museum serta koleksi yang di miliki museum.

Museum Sonobudoyo menyimpan koleksi mengenai budaya dan sejarah Jawa yang dianggap paling lengkap setelah Museum Nasional Republik Indonesia di Jakarta. Selain keramik pada zaman Neolitik dan patung perunggu dari abad ke-8, museum ini juga menyimpan beberapa macam bentuk wayang kulit, berbagai senjata kuno (termasuk keris), dan topeng Jawa.

Berdasarkan Surat Keputusan Gubernur Jenderal Hindia Belanda di Jakarta dengan No.73, tanggal 17 Desember 1919 yang ditanda tangani oleh Sekretaris Umum G. Rd. Redtrienk merupakan jawaban Surat Dr. Hoesein Djajadiningrat dan Dr. F.D.K. Bosch tanggal 3 Oktober 1919. Surat Gubernur Jenderal tersebut memberikan wewenang kepada Java Instituut untuk melakukan kegiatan organisasi selama 29 tahun, terhitung mulai tanggal 4 Agustus 1919.

Dengan Java Instituut berpusat di Surakarta, sebagai direktur adalah Prof. Dr. R.A. Hoesien Djajadiningrat. Sebagai dasar Java Instituut adalah Statuten Java Instituut, dalam pasal 3 disebutkan antara lain mempunyai kegiatan membantu kegiatan, melestarikan dan mengembangkan kebudayaan pribumi (de insheemsche cultuur) yang mencakup wilayah kebudayaan Jawa, Madura, Bali dan Lombok. Pada tahun 1924 Java Instituut mengadakan konggres di Surakarta dengan menghasilkan keputusan untuk mendirikan museum dengan tujuan mengumpulkan data kebudayaan dari daerah Jawa, Madura, Bali, dan Lombok.
Sebagai realisasi dari keputusan konggres maka dibentuklah panitia pada tahun 1913 dengan anggota antara lain Ir. Th. Karsten, P.H.W Sitsen, dan S. Koperberg dengan tugas mempersiapkan berdirinya sebuah museum. Sedangkan tanah yang digunakan untuk museum adalah bekas "Schauten" yang merupakan tanah hibah dari Sri Sultan Hamengkubuwana VII.
Awal pembangunan museum ditandai dengan candrasengkala Buta Ngrasa Esthining Lata yang menunjukan tahun 1865 Jawa atau 1934 Masehi. Pada tanggal 6 November 1935 Masehi diresmikan dan dibuka untuk umum dengan ditandai candrasengkala Kayu Winayangan ing Brahaman Budha yang menunjukan 9 Ruwah 1866 Jawa. Sedangkan nama museum bernama Museum Sonobudoyo, sono berarti tempat dan budoyo berarti budaya.

Di masa pendudukan Jepang di Yogyakarta museum dikelola oleh Bupati Paniradyapati Wiyata Praja (Kantor Sosial bagian pengajaran) dan pada masa kemerdekaan museum dikelola oleh Bupati Utorodyopati Budaya Prawito yaitu jajaran pemerintah Daerah Istimewa Yogyakarta. Selanjutnya pada akhir tahun 1974 Museum Sonobudoyo diserahkan ke Pemerintah Pusat / Departemen Pendidikan dan Kebudayaan dan secara langsung bertanggung jawab kepada Direktorat Jenderal dengan berlakunya Undang- undang No. 22 tahun 2000 tentang kewenangan Pemerintah dan kewenangan Provinsi sebagai Otonomi Daerah. Pada bulan Januari 2001 Museum Sonobudoyo bergabung dengan Dinas Kebudayaan dan Pariwisata Provinsi DIY.

Bangunan
1. Ruang Pendopo dan Sekitarnya
Bangunan pendopo berbentuk limas dengan atap tumpang sari bertingkat dua. Fungsi pendopo dalam bangunan Jawa yaitu untuk menerima tamu. Di sebelah selatan pendapa terdapat dua buah meriam masing-masing ditempatkan di samping timur dan barat.

2. Ruang Pengenalan
Di atas pintu masuk menuju ke ruang pengenalan terdapat relief candrasengkala "Buta Ngrasa Esthining Lata". Ruang pengenalan berukuran 62,5 m2. Salah satu koleksi yang ada di ruang pengenalan yaitu pasren atau krobongan yang terdiri dari tempat tidur, bantal, guling, kasur, kelambu, sepasang patung loro blonyo, sepasang lampu robyong, dan sepasang lampu jlupak.

3. Ruang Prasejarah
Ruang ini menyajikan benda-benda peninggalan masa prasejarah yang menggambarkan cara hidup manusia pada masa itu meliputi berburu, mengumpulkan dan rneramu makanan. Pada tingkat selanjutnya manusia mulai bercocok tanam secara sederhana serta melakukan upacara- upacara yang berhubungan dengan religi (kepercayaan kepada roh nenek moyang, penguburan dan kesuburan).

4. Ruang Klasik dan Peninggalan Islam
Dalam penyajian koleksi dikelompokkan menjadi tujuh unsur kebudayaan universal yaitu: Sistem Kemasyarakatan, Sistem Bahasa, Sistem Religi, Sistem Kesenian, Sistem Ilmu pengetahuan, Sistem Peralatan Hidup dan Sistem Mata Pencaharian Hidup.
5. Ruang Batik
Di ruang ini memamerkan beberapa koleksi batik. Selain itu terdapat proses membatik yang di mulai dari pengerjaan pola sampai proses jadi sebuah batik.
6. Ruang Wayang
Di Indonesia memiliki beberapa jenis wayang salah satunya wayang klitik yang terbuat dari kayu. Pada tahun wayang mendapat pengakuan dunia.
7. Ruang Topeng
Sebagai salah satu bentuk karya seni tradisional Indonesia, Topeng sudah mengalami sejarah perkembangan, bersamaan dengan nilai-nilai budaya dan nilai seni rupa. Topeng yang tampil dalam bentuk tradisional mempunyai fungsi sebagai sarana upacara dan pertunjukan.
Dalam adat tradisional yang didukung pemikiran Relegi Magia ada kebiasaan untuk menutup raut muka dengan lumpur atau menggambar wajah untuk menampilkan ekspresi raut muka pada tarian-tarian ritual. Kebiasaan mereka-reka wajah tersebut sejalan dengan hasrat untuk mewujudkan citra dari makhluk yang sangat berpengaruh kepada masyarakat.
Topeng berasal dari kata TUP yang berarti tutup karena gejala bahasa yang disebut formatip (pembentukan kata), kata TUP ditambah dengan Eng kemudian menjadi Tupeng. Kemudian mengalami perubahaan menjadi TOPENG.
8. Ruang Jawa Tengah
Di ruang ini memamerkan ukiran kayu yang terkenal dari Jawa Tengah yaitu Jepara seperti gebyog patang aring dan maket rumah Pendopo.
9. Ruang Emas
Museum Sonobudoyo merupakan museum yang memiliki koleksi artefak emas tetapi karena adanya pencurian koleksi emas pada tahun 2010, tidak dapat dilihat oleh umum. Pada ruangan ini kita hanya bisa melihat wadah-wadah, peralatan makan dan minum yang terbuat dari perak dan kuningan.
10. Ruang Senjata
Di ruangan ini dipamerkan koleksi senjata mulai dari keris, pedang, mandau, dan senjata tajam lainnya. Selain itu ruangan ini menyambung dengan ruang koleksi mainan anak-anak jaman dulu.
11. Ruang Bali
Koleksi ruang Bali berkaitan dengan kebudayaan Bali baik mengenai yadnya (upacara) maupun berbentuk seni lukis dan seni pahat. Di bagian terpisah terdapat Candi Bentar.

Koleksi Museum Sonobudoyo
1. Koleksi Numismatik dan Heraldika obyek penelitiannya adalah setiap mata uang / alat tukar yang sah, terdiri dari mata uang logam dan mata uang kertas. Heraldika adalah setiap tanda jasa, lambang dan pangkat resmi (termasuk cap /stempel).
2. Koleksi Filologi adalah benda koleksi yang menjadi objek penelitian filologi, misalnya riaskah kuno, tulisan tangan yang menguraikan sesuatu hal atau peristiwa.
3. Koleksi Keramologika adalah koleksi yang dibuat dari bahan tanah liat bakar (baked clay) berupa pecah belah, misalnya: Guci.
4. Koleksi Seni rupa kolaksi seni yang mengekspresikan pengalaman artistik melalui objek dua dimensi atau dimensi atau tiga
5. Koleksi Teknologi banda/kumpulan benda yang menggambarkan perkembangan teknologi yang menonjol berupa peralatan atau hasil produksi yang di buat secara massal oleh suatu industri/pabrik, contoh : Gramaphon.
6. Koleksi Geologi adalah benda yang menjadi obyek ilmu geologi, antara lain batuan, mineral, fosil dan benda-benda bentukan alam lainnya (permata, granit, andesit). Contoh : Batu Barit.
7. Koleksi Biologi adalah benda yang menjadi objek penelitian ilmu biologi, antara lain tengkorak atau rangka manusia, tumbuh-tumbuhan dan hewan. Misalnya burung (obset) / dikeringkan.
8. Koleksi Arkeologi adalah benda yang menjadi objek penelitian arkeologi. Benda tersebut merupakan hasil peninggalan manusia dari jaman prasejarah sampai dengan masuknya pengaruh kebudayaan barat misalnya Cermin.
9. Koleksi Etnografi adalah benda yang menjadi objek peneiitian ilmu etnografi, benda-benda tersebut merupakan hasil budaya atau menggambarkan identitas suatu etnis misalnya Kacip.
10. Koleksi Historika adalah benda yang bernilai sejarah dan menjadi objek penelitian sejarah. Benda tersebut dari sejarah masuknya budaya barat sampai dengan sekarang, misalnya Senapan laras panjang, meriam. Koleksi tersebut dipamerkan di Museum Sonobudoyo unit I dan Museum Sonobudoyo II. Untuk Sonobudoyo unit I dipamerkan di sembilan ruang.

Kami meninggalkan Museum Sono Budoyo pukul 12.00 wib kembali menuju parkiran bus yang berada di depan Kantor Pos Besar Yogyakarta. Kami makan siang di dalam bus, selain untuk menjaga kerapian juga dikarenakan diluar sedang hujan deras. Sebetulnya kegiatan WKM SD N Kranggan ini juga dijadwalkan mengunjungi Museum Benteng Vredeburg tetapi karena hujan deras sedangkan banyak siswa yang tidak membawa jas hujan, maka diputuskan untuk kembali ke sekolah. Kami tiba di SD N Kranggan pukul 14.00 wib.

 

 

Ayo Jelajahi Museum!

klik untuk melihat map